PEMBELAHAN SEL


Pembelahan sel, atar,r mitosis (Yun. ntitos, benang), dapat diamati dengan mikroskop cahaya. Selama proses ini, sel induk membelah dan setiap sel anak menerima satu set kromosom yang identik dengan kromosom se1 induk. Pada dasarnya, terjadi duplikasi memanjang dari kromosom, dan kromosom ini dibagikan ke sel anak. Fase di antara dua mitosis disebut interfase; saat ini, DNA mengaiami replikasi dan inti tampak seperti yang biasanya terlihat dalam sediaan mikroskopis.
Proses mitosis dibagi menjadi empat fase .Pada profase selama mitosis, kromatin yang bereplikasi mengalami kondensasi menjadi badan berbentuk batang, kromosom, yang masing-masing mengandung duplikat kromatid saudara yang berhubungan erat secara longitudinal. Di luar inti sel, sentrosom dengan sentriolnya berpisah dan bermigrasi ke kufub se1 yang berlawanan. Duplikasi sentrosom dan sentriol terjadi selama interfase. Bersamaan dengan migrasi sentrosom, mikrotubulus gelondong mitosis muncul di antara dua sentrosom dan nukleolus menghilang saat aktivitas transkripsi di tempat tersebut berhenti. Pada profase tahap lanjut, selaput inti diuraikan ketika protein lamina inti dan membran internal mengalami fosforilasi (penambahan gugus POr3 ). Lamina inti dan kompleks pori terurai dan protein-protein tersebut bersama dengan vesikel membran tersebar di sitosol lokal dan RE. Selama metafase, kromosom yang berkondensasi melekat pada mikrotubulus gelondong mitosis
pada kompleks protein yang padat-elektrory yaitu kinetokor (Yun. kinetos, gerakary + chorn, daerah pusat), yang berada pada area kromatid yang berdekatan yang disebut sentromer (Yttn. kentron, pusat, + meros, bagian). Kromosom lalu bergerak ke bidang ekuatorial pada sel yang kini berbentuk lebih sferis. Mikrotubulus kinetokor yang terikat pada kromatid saudara berhubungan langsung dengan ,"rrtroro- pada kufub gelondong mitosis yang berlawanan. Pada anafase, kromatid tersebut berpisah satu sama lain dan perlahan-lahan ditarik pada kinetokornya menuju kutub gelondong yang berlawanan oleh molekul penggerak, kinesin, yang bergerak di sepanjang mikrotubulus. Selama proses ini berlangsung, kutub gelondong juga bergerak menjauh. Pada telofase, dua set kromosom berada pada kutub gelondong dan mulai kembali ke keadaan ketika kromosom tersebut belum terkondensasi. Mikrofubulus gelondong mengalami depolimerisasi dan selaput inti mulai terakit kembali di sekitar setiap set kromosom anak. Suafu cincin kontraktil yang berbenfuk seperti sabuk dan mengandung filamen aktin yang terkait dengan miosin, terbentuk di sitoplasma perifer pada bidang ekuator sel induk. Selama sitokinesis pada akhir
 Kompleks pori inti. Suatu kompleks pori inti (NPC, nuclear pore complex) terbentuk dari protein membran dan protein lain yang membentuk suatu cincin atau annulus oktagonal, dengan filamen yang menjulur ke dalam sitoplasma dan inti. Setiap kompleks memiliki sekitar 30 protein berbeda, yang disebut sebagai nukleoporin. Berbagai salinan sejumlah besar nukleoporin terakit membentuk setiap NPC oktagonal. Selaput jnti bersifat impermeabel terhadap ion dan molekul dengan semua ukuran dan pertukaran zat di antara inti dan sitoplasma terjadi hanya melalui pori-pori inti. lon dan molekul kecil melewati pori inti dengan cara difusi pasif. Molekul besar dan kompleks molekul diimpor melalui suatu proses duatahap. Protein pertama dengan sekuens asam amino tertentu yang disebut sinyal lokalisasi inti diikat oleh protein reseptor impor terlarut, dan kompleks yang terbentuk lalu melekat pada filamen nukleoporin pada permukaan sitoplasmik NPC. Translokasi protein melalui selaput inti tampaknya terjadi melalui interaksi berulang dengan afinitas rendah serta sederetan tempat pengikatan yang tersebar di sepanjang filamen nukleoporin ini, awalnya pada permukaan sitoplasmik, lalu di dalam pori itu sendiri, dan akhirnya pada permukaan nukleoplasmik NpC. pelepasan muatan protein dari nukleoporin di dalam inti memerlukan energi dari hidrolisis GTP. Ekspor RNAdan subunit ribosomal dari inti bergantung pada sistem sinyal ekspor dan protein reseptor ekspor nuklear yang mengikat nukleoporin.
telofase, penyempitan cincin tersebut menghasilkan suatu alur pembelahan dan berlanjut hingga sitoplasma dan organelnya terbagi menjadi dua sel anak, masing-masing dengan sebuah inti. Kebanyakan jaringan mengalami penggantian sel secara konstan karena pembelahan serta kematian sel yang terusmenerus. Sel jaringan saraf dan otot jantung merupakan pengecualian, karena sel-sel ini tidak membelah setelah dilahirkan sehingga potensi regenerasinya sangat berkurang. Laju penggantian sel sangat bervariasi dari safu jaringan ke jaringan lain-berlangsung cepat pada epitel saluran cerna dan epidermis, dan berlangsung lambat di kelenjar pankreas dan tiroid. Sel mitotik sering sulit diidentifikasi pada irisan organ orang dewasa, tetapi dapat dikenali pada jaringan yang fumbuh secara cepat berdasarkan kromatinnya yang terkondensasi

IADP

InfeksiAliran Darah Primer

Batasan
Infeksi aliran darah primer (IADP) dapat berupa bakteremia, atau fungemia
primer yang terkonfirmasi secara mikrobiologis tanpa adanya bukti sumber infeksi lain
kecuali jalur intravena / arterial, atau berupa sepsis klinis (demam > 38oC, hipotensi,
ataua oliguria) tanpa adanya kultur darah yang mengkonfirmasi, tidak ada sumber
infeksiditempatlainsertadoktertelahmemberikanterapiantibiotikayangadekuat

Patogenesis

IADP dapat terjadi karena migrasi bakteri dari kulit tempat insersi melalui
permukaan luar kateter menuju ujung distal kateter , atau dari pusat /pangkal kateter
(catheter hub) melalui permukaan dalam. IADP dapat pula terjadi karena penyebaran
hematogendarifokuslain,ataukarenainfusatterkontaminasi

Faktor Risiko
Faktor risiko IADP adalah lokasi kateter intravena, akses sentral atau perifer,
bahan kateter, nutrisi parenteral, dan seringnya manipulasi akses vena. Sepsis yang
berhubungan dengan kateter harus diwaspadai pada penderita yang mendapat infus
intravena pada saat didiagnosis, ada inflamasi di sekitar tempat insersi, sepsis primer/
tidak ada faktor risiko lain dari sepsis, onset gejala sepsis yang cepat, dan sepsis yang
tidak memberikan respon terhadap antibiotika sampai cairan infus yang terkontaminasi
atau kateterdihentikan

PencegahanUntuk mencegah IADP diperlukan berbagai upaya seperti selektivitas pilihan
dan tipe jalur vena, pelaksanaan prosedur pemasangan yang benar-benar aseptik,
perawatan kateter secara optimal disertai program surveilans reguler, serta
meminimalisasi manipulasi akses vena. Penggunaan kateter berlapis antibiotik
minosiklin dan rifampisin intraluminal dilaporkan dapat menurunkan kejadian IADP,
tetapi menjadi kurang efektif bila kateterisasi telah berlangsung lebih dari dua minggu .
Adapun penggunaan antibiotika sistemik sebagai profilaksis tidak bermanfaat untuk
mencegah IADP.Yang lebih penting lagi adalah perubahan perilaku petugas kesehatan
(dokter dan perawat), serta penyediaan tenaga khusus , baik perawat maupun dokter,
yang bertanggung jawab atas program pengendalian infeksi khususnya IADP . Karena IADP sering disertai pembentukan trombus intrakateter, beberapa ahli
menyarankan pemberian heparin untuk mencegh trombosis. Tetapi aplikasi cara ini
masih perlu diteliti lebihluas, khususnya mengingat risiko perdarahan yang ditimbulkan
olehheparin

Pengelolaan IADP

Pada sepsis terjadi sindroma respons inflamasi sistemik yang dipicu oleh
pelepasan mediator kimia seperti TNF-, IL-1, IL-6 , aktivasi koagulasi jalur
ekstrinsik, serta pengaktifan komplemen yang ketiganya dapat membawa konsekuensi
kerusakan pada organ target. Oleh karena itu pengelolaan sepsis harus dilakukan secara
holistikmeliputiberbagaiaspek,yaitu :
a. Eliminasisumberinfeksi
Kateter harus dilepas dan bila masih diperlukan pemasangan kateter diganti
yangbarudengantempat insersiyangberbeda,
b. Antibiotika adekuat sesuai hasil kultur, diberikan 2 – 3 minggu. Sebelum ada
hasil kultur maka diberikan terapi antibiotika empirik sesuai dengan pola
kuman setempat dan kepekaannya pada antibiotika. Setelah ada hasil kultur
darah, diberikan antibiotika sesuai kultur, yang bila mungkin dipilih jenis
denganspektruyanglebihsempit.
c. Imunoterapi meliputi pemberian imunoglobulin, imunomodulator,
penghambatan aktivitas koagulasi yang berlebihan, serta eliminasi/ netraliasi
mediator. Imunoglobulin selain berfungsi sebagai antibodi netralisasi, juga
menginhibisi sitokin TNF-, IL-1 dan IL-6, serta memiliki efeksinergistik
dengan antibiotika -laktam. Inhibitor koagulasi seperti AT III dan protein C
selain mencegah koagulasi juga memiliki efek antiinflamasi. Eliminasi
mediator –mediator yang menginduksi respon inflamasi sistemik antara lain
dengan plasmaferesis dan CVVH ( C o n ti n u o u s Ve n o - v e n o u s
H a e m o filt r a ti o n ). Netralisasi sitokin dengan antibodi monoklonal anti-TNF,
antiILdansebagainya.
d. Suportif meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi dan oksigenasi yang
meningkat, pada sepsis, serta menjamin perfusi jaringan adekuat, stabilisasi
suhu,keseimbanganasambasadanelektrolit.

ANAMNESIS PASIEN

Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan
berpedoman pada empat pokok pikiran  (The Fundamental Four) dan tujuh butir mutiara
anamnesis (The Sacred Seven).
Yang dimaksud dengan empat pokok pikiran, adalah melakukan anamnesis dengan cara
mencari data :
1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan adalah
identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama dan pekerjaan. 

1. Riwayat Penyakit Sekarang, 
Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan.  Keluhan utama adalah keluhan
yang membuat seseorang datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk  mencari pertolongan,
misalnya : demam, sesak nafas, nyeri pinggang, dll. Keluhan utama ini sebaiknya tidak lebih
dari satu keluhan. Kemudian setelah keluhan utama, dilanjutkan anamnesis secara sistematis
dengan menggunakan tujuh butir mutiara anamnesis, yaitu  : 
 4
1. Lokasi  (dimana ? menyebar atau tidak ?)
2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)  
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan. 
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan. 
7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama. 
Anamnesis secara sistematis ini akan dibahas secara rinci, yaitu :                                                 
1. Lokasi Sakit 
Seorang penderita yang datang dengan nyeri di ulu hati, perlu ditanyakan lebih lanjut
secara tepat bagian mana yang dimaksud, bila perlu penderita diminta menunjukkan
dengan tangannya, dimana bagian yang paling sakit dan penjalarannya ke arah mana.
Bila pusat sakit di tengah (linea mediana) dicurigai proses terjadi di pankreas dan duodenum; sebelah kiri  lambung; sebelah kanan  duodenum, hati, kandung empedu; di atas  hati, oesofagus, paru, pleura dan jantung.
Penjalaran nyeri tepat lurus di belakang menunjukkan adanya proses di pankreas atau duodenum dinding belakang; di punggung lebih ke atas   lambung dan duodenum; bawah belikat kanan    kandung empedu; bahu kanan  duodenum, kandung empedu, diafragma kanan; bahu kiri  diafragma kiri.
2. Onset dan kronologis
Perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya sakit atau sudah berlangsung berapa lama.
Apakah keluhan itu timbul mendadak atau perlahan-lahan, hilang timbul atau menetap.
Apakah ada waktu-waktu tertentu keluhan timbul. Misalnya bila nyeri ulu hati timbul secara ritmik  curiga ulkus peptikum, malam hari  ulkus peptikum dan tiap pagi  dispepsia
non ulkus. 
3. Kualitas (sifat sakit)
Bagaimana rasa sakit yang dialami penderita harus ditanyakan, misalnya rasa sakit yang
tajam (jelas) seperti rasa panas, terbakar, pedih, diiris, tertusuk, menunjukkan inflamasi
organ. Rasa sakit yang tumpul (dull) seperti diremas, kramp, kolik, sesuatu yang bergerak
biasanya menunjukkan proses pada organ yang berongga (saluran cerna, empedu). Rasa
sakit yang tidak khas menunjukkan organ padat  (hati, pankreas).
4. Kuantitas (derajat sakit) 
Ditanyakan seberapa berat rasa sakit yang dirasakan  penderita. Hal ini tergantung dari
penyebab penyakitnya, tetapi sangat subjektif, karena dipengaruhi antara lain kepekaan
seorang penderita terhadap rasa sakit, status emosi dan kepedulian terhadap penyakitnya. 
Dapat ditanyakan apakah sakitnya ringan, sedang atau berat. Apakah sakitnya
mengganggu kegiatan sehari-hari, pekerjaan penderita atau aktifitas fisik lainnya. 
5. Faktor yang memperberat keluhan.
Ditanyakan adakah faktor-faktor yang memperberat sakit, seperti aktifitas makan, fisik,
keadaan atau posisi tertentu. Adakah makanan/ minuman tertentu yang menambah sakit,
seperti  makanan pedas asam, kopi, alkohol  panas, obat dan jamu. Bila aktifitas makan/
minum menambah sakit menunjukkan proses di saluran cerna empedu dan pankreas.
Aktifitas fisik dapat menambah sakit pada pankreatitis, kholesistitis, apendisitis, perforasi,
peritonitis dan abses hati. Batuk, nafas dalam dan bersin menambah sakit pada pleuritis. 
6. Faktor yang meringankan keluhan.
Ditanyakan adakah usaha penderita yang dapat memperingan sakit, misalnya dengan
minum antasida rasa sakit berkurang, menunjukkan adanya inflamasi di saluran cerna
bagian atas. Bila posisi membungkuk dapat mengurangi sakit menunjukkan proses inflamasi
dari pankreas atau hati. 
7. Keluhan yang menyertai
Perlu ditanyakan keluhan–keluhan lain yang timbul menyertai dan faktor pencetusnya,
misalnya bila penderita mengeluh nyeri ulu hati, yang perlu ditanyakan lebih lanjut adalah :
- Apakah keluhan tersebut berhubungan dengan aktifitas makan ?
- Bagaimana buang air besarnya, adakah flatus ?
- Adakah ikterik ?
- Adakah pembengkakan, benjolan atau tumor, atau nyeri tekan ?
- Adakah demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada, berdebar-debar, keringat dingin
atau badan lemas ?
- Adakah penurunan berat badan ? 
Dalam anamnesis alur pikir yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan sistematis, sehingga perlu diingat : Fundamental Four & Sacred Seven.
 6
2. Mulai berfikir organ mana yang terkena dan jangan berpikir penyakit apa, sehingga
pengetahuan anatomi dan fisiologi harus dikuasai dengan baik.
3. Anamnesis menggunakan keterampilan interpersonal sehingga dibutuhkan pengetahuan
sosiologi, psikologi dan antropologi. 

2.  Riwayat Penyakit Dahulu
Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan kapan terjadinya
dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta mencari penyakit yang relevan
dengan keadaan sekarang  dan penyakit kronik  (hipertensi, diabetes mellitus, dll), perawatan
lama, rawat inap, imunisasi,  riwayat pengobatan dan riwayat menstruasi (untuk wanita). 

3. Riwayat  Penyakit Keluarga
Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari pihak
keluarga (diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwayat penyakit yang menular

4. Riwayat sosial dan ekonomi
Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaan
pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol atau merokok, obat
obatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi  kesehatan dan kepercayaan). 

ada beberapa bagian dari ”ANAMNESIS”. 
A. TAHAP – TAHAP ANAMNESIS yang terdiri atas:
1. Initial exploration  : Berisi keluhan utama pasien.
2. Further exploration : Untuk menggali lebih dalam mengenai keluhan pasien, baik dari sisi
penyakit maupun perspektif pasien.            
 8
3. Essential background information. 
B. ISI (content) yang terdiri atas :
1. Disease framework
2. Illness framework 
Baik disease framework maupun illness framework termasuk dalam tahap further
exploration. 
Dari dua bagan di atas dapat kita lihat pula bahwa tujuh butir mutiara anamnesis (The
Sacred Seven) merupakan bagian dalam ”disease framework”, dan berguna untuk mencari
kemungkinan penyakit apa yang diderita pasien. 
Untuk empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dapat kita jabarkan sebagai
berikut :  Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) bagian dari ”initial exploration”; Riwayat Penyakit
Dahulu (RPD), Riwayat Kesehatan Keluarga serta Riwayat Sosial dan Ekonomi merupakan
bagian dari ”essential background information”. 
KETERAMPILAN YANG HARUS DIKUASAI DALAM MELAKUKAN ANAMNESIS 
KETERAMPILAN MENGEKSPLORASI MASALAH PASIEN :
1. Memberi kesempatan pada pasien untuk menceritakan permasalahan yang dihadapinya
(dengan kata – kata pasien sendiri).
2. Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup secara tepat. Mulailah dengan pertanyaan
terbuka terlebih dahulu, baru diikuti dengan pertanyaan tertutup.
3. Dengarkan dengan penuh perhatian. Berilah kesempatan pada pasien untuk menyelesaikan
ceritanya, dan jangan menginterupsi.
4. Berilah kesempatan pada pasien untuk memberikan respons baik secara verbal maupun
nonverbal. Tehnik yang digunakan bisa pemberian dukungan/ dorongan, adanya
pengulangan, paraphrasing, interpretasi, dll.
5. Mengenali isyarat verbal dan non verbal yang ditunjukkan oleh pasien.
 9
6. Mengklarifikasi pernyataan pasien yang kurang jelas, atau yang membutuhkan suatu
keterangan tambahan.
7. Secara berkala buatlah ringkasan dari pernyataan yang dibuat pasien untuk memverifikasi
pengertian anda. Mintalah pasien untuk mengkoreksi pernyataan anda, atau mintalah pada
pasien untuk memberikan keterangan tambahan bila diperlukan.
8. Gunakan pertanyaan yang ringkas dan mudah dipahami. Hindari menggunakan istilah –
istilah medis yang tidak dipahami pasien.
9. Buatlah urutan waktu suatu kejadian.

source :Medical Education Division, Brookside Associates Ltd., 2008, Scrub, Gown, and Glove

HAI's


Epidemiologi

KejadianHAIpertama kali dilaporkan oleh Ignas Semmelweis (1840) yang
kemudian menekankan tentang pentingnya cuci tangan dalam mencegah infeksi
pascapartum pada ibu yang melahirkan. Pada masa itu, penyebab utama HAI adalah
Streptococcus grup A. Lima puluh – 60 tahun kemudian, pola kuman HAI
didominasi oleh S.aureus tipe faga 94/96. Pada tahun 1970-an penyebab HAI
terbanyak adalah P.aeruginosa dan enterobacteriaceae. Penggunaan rutin sefalosporin
padadekadeselanjutnya(1980–1990) meningkatkankolonisasimethicillinresistant
S. aureus (MRSA) dan vancomycin resistant enterococcus (VRE). Setelah tahun
1990 penyebab utamaHAIadalah gram positif : S.aureus, CoNS (coagulase negative
staphylococcus), enterococcus dan gram negatif: E.coli, P.aeruginosa, Enterobacter
spp,K.pnemonia (5).
Sebaran fokus dan pola kuman HAI pada pasien pediatri berbeda dengan
pasien dewasa, antara lain disebabkan perbedaan umur yang membawa implikasi
pada kematangan sistem imun dan organ lainnya, serta ada tidaknya kelainan
bawaan(2,).

1. Sebaran FokusHAI
Padapasien dewasafokusINterbanyakadalahinfeksisalurankemih(ISK)
yang mencapai 42% (4).Pada pasien neonatus, bayi <12 bulan sampai anak < 5 tahun,
dan anak >12 tahun, Infeksi aliran darah primer( b l o o d s t r e a m i n f e c ti o n s = B S I )
merupakan penyebab terbanyak (25 – 34%), disusul pnemonia (18 – 21%) dan ISK
(12–22%)(8). Pada anak 5 – 12 tahun, fokus HAI berturut-turut adalah pnemonia
(26%), septikemia (21%), dan ISK (17%). Fokus infeksi yang lain adalah infeksi
saluran napas bawah nonpnemonia, infeksi daerah operasi (IDO), infeksi
gastrointestinal, mata-telinga-hidung-tenggorokan (MTHT), kulit, jaringan lunak,
sertainfeksikardiovaskuler(9,10).

2. S e b a r a n P o l a K u m a n
Data yang diperoleh dari National Nosocomial Infection
Surveillance di Amerika Serikat antara 1992 – 1997 mendapatkan bahwa patogen
penyebab IN pada pasien pediatri juga berbeda dari pasien dewasa. CoNS (38%) dan
kumanbatanggramnegatifaerob,terutamaEnterobacter(25%)merupakanpenyebab
utama septikemia nosokomial. Patogen terbanyak pada pnemonia adalah
P.aeruginosa (21,3%) dan S.aureus (6,9%). ISK nosokomial paling banyak
disebabkan oleh E.coli (19%), C.albicans (14,3%), dan P.aeruginosa (13,1%).
Penyebab terbanyak infeksi daerah operasi (IDO) adalah S.aureus (20,2%) dan
P.aeruginosa (14,5%). Jamur dan virus merupakan penyebab terbanyak ke-3 dan ke-4
infeksisalurannapas bawahnonpnemonia(masing-masing12,2%dan10,1%)(9,10).
Pada pasien neonatus, CoNS merupakan penyebab terbanyak
septikemia (48,3%). K.pnemonia (20%) dan E.cloacae (15%) merupakan penyebab
terbanyakpnemonia;dan E.colisebagaipenyebabterbanyakISK(41%)(8,11).
Patogenesisdan Faktor RisikoInfeksiNosokomial
Terjadinya HAI didahului oleh terbentuknya kolonisasi kuman pada
kulit, saluran cerna, saluran napas, dan saluran kemih penderita. Kuman yang
mengkolonisasi dapat eksogen (berasal dari lingkungan tempat penderita
dirawat) atau endogen (berasal dari tubuh penderita sendiri) (4). Pada penderita
dengan penyakit berat atau depresi sistem imun, kolonisasi ini dapat terjadi
dengansangatcepathanyadalambeberapajamsetelahpenderitamulaidirawat.
Beberapa keadaan mempermudah invasi patogen yang telah
mengkolonisasitersebut,yang padadasarnyadapatdigolongkanmenjadi:
a. iatrogenic : prosedur invasif (misalnya intubasi, kateter
intravaskular, kateterisasi urin), penggunaan dan profilaksis antibiotik
secara luas, terapi imunosupresan, nutrisi parenteral, ventilasi mekanik,
trakeostomi
b.organisasional : sistem pengatur udara, sistem air, pengaturan
ruangan, rasio perawat : pasien, penyediaan tenaga khusus pengendalian
HAIditiapruang,
c. faktor pasien : derajat berat penyakit, adanya syok pada saat
masukdanselama perawatan,umur,lamaperawatan,kelainanbawaan
Kuman yang menginfeksi dapat berasal dari tubuh penderita tersebut,
atau dapat pula berasal dari penderita lain yang ditransmisikan melalui tangan
petugas. Oleh karena itu prosedur cuci tangan merupakan bagian penting dalam
pengendalian infeksi nosokomial. Transmisi dapat pula terjadi melalui air,
makanan, udara, alat-alat, sehingga pengendalian infeksi nosokomial
membutuhkan membutuhkan partisipasi dari banyak pihak terkait(10). Gentile A
dkk. (2001)(12) melaporkan program pengendalian infeksi nosokomial pada anak
yang unik di Argentina, yaitu dengan melibatkan dan mengedukasi orang tua
penderita; ternyata menurunkan kejadian infeksi nosokomial sampai lima kali
lebihkecildibandingkanbilatanpamelibatkanorangtuapenderita

source : mikrobiologi.fkunissula.ac.id

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Gal's

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger